English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

AYAHKU SEORANG BONEK

Tak terasa sudah hampir 7 tahun aku meninggalkan bhumi AREMA untuk mengadu nasib di Jakarta, dikota yang penuh keragaman baik suku sampai dengan ke-fanatik-an terhadap tim sepak bola daerah masing-masing. Tak kalah juga diriku yang tak terlewatkan sedikitpun berita tentang AREMA walaupun sekarang berada di kota orang.

Satu pesan yang tidak dapat hilang dari ingatanku saat aku masih duduk dibangku SMP ketika hendak menyaksikan tim kebanggaanku AREMA bertanding di stadion GAJAYANA , seorang pria paruh baya memakai kaos hijau dengan symbol HIU dan BUAYA didadanya berkata “ nak… kamu boleh mendukung tim kamu segila-gilanya, tapi jangan ngisruh (anarkis), apapun hasilnya terima dengan legowo, jangan ngisruh…”.

Ya…dia adalah ayahku, seorang kelahiran Surabaya yang sangat fanatik dengan tim kesayangannya PERSEBAYA. Aku masih ingat saat aku masih umur 4 tahun aku diajak kejakarta oleh ayahku untuk menyaksikan laga PERSEBAYA versus PERSIJA tahun 1988 yang sejak saat itu lahirlah istilah BONEK, dia selalu bangga karena aku dan dia menjadi bagian sejarah lahirnya “BONEK”, tidak jarang aku diajak kestadion dan diangkat-angkat manakala PERSEBAYA berhasil mencetak gol, sampai sekarang pun dia tak pernah melewatkan pertandingan atau pun berita tim kesayangannya itu.

Terus bagaimana aku bisa jadi AREMANIA??? Berawal pada tahun 1992 ketika ayahku pindah dinas ke kota Malang, dia mengajak seluruh keluarga kecilnya pindah ke kota apel itu, sampai aku menginjak pendidikan SMP aku masih terbiasa dengan “aroma “ PERSEBAYA dirumahku, mulai dari poster sampai teriakan kegembiraan ayahku saat timnya mencetak gol, bahkan sedikit demi sedikit hati ini mulai ikut menyukai tim kesayangan ayahku itu, hingga suatu hari aku diajak membolos sekolah oleh salah satu temanku hanya untuk membeli kaos AREMA dan pada sore harinya aku diajak kestadion GAJAYANA yang pada saat itu aku tidak tahu ada apa distadion itu, kata temanku “ wis talah pokoke melok wae…( sudahlah pokoknya ikut saja..)”…

sesampainya diluar stadion sedikit demi sedikit aku mulai mengerti ada apa distadion itu ,aku melihat dari anak-anak sampai orang tua memakai kaos biru, syal biru, topi biru dengan rapi dan tertib berlalu lalang, sebagian lainnya benyanyi lagu mendukung suatu tim yang bernama AREMA, tepat jam 2 siang aku sudah berada didalam stadion, mataku benar-benar terbelalak melihat puluhan ribu orang memakai kaos biru bernyanyi, menari-nari kecil sambil meneriakkan AREMAAAA…

begitu kompak, begitu kreatif, begitu menggemuruh, suatu pengalaman yang belum pernah kualami sebelumnya, walaupun aku sudah puluhan kali diajak ayahku kestadion mendukung tim kesayangannya, tapi tidak pernah aku se-gemetar- ini, akupun mulai ikut bernyanyi dan menari bersama mereka. Dalam perjalanan pulang pun banyak orang yang tak kukenal menyapaku sambil bertanya “ salam satu jiwa ker..AREMA menang yo..?”

akupun Cuma bisa tersenyum dan menjawab “iya menang mas..”. Waw aku benar-benar kagum merasakan ke-fanatik-an yang begitu kental ini, seolah AREMA bukan hanya tim sepak bola bagi mereka, terlihat jiwa jiwa singa sudah mendarah daging di benak seluruh penduduk kota ini.

Sesampainya didepan rumah segera aku mengganti kaos AREMA ku dengan baju sekolah, aku harus menyembunyikan semuanya karena aku tahu ayahku adalah seorang yang sangat fanatik pada tim PERSEBAYA dan saat itu hubungan supporter AREMA dengan PERSEBAYA sudah mulai tidak akur.

Berulang-ulang kali aku harus sembunyi-sembunyi untuk pergi kestadion, sampai pada suatu sore sepulang dari stadion,didepan pintu ayahku sudah menunggu “ dari mana saja kamu..” akupun menjawab “ dari rumah teman..” ayahku mulai curiga dan dia menggeledah tasku, aku pasrah saat dia menemukan kaos AREMA di tasku, dia pun memarahiku karena aku telah berbohong padanya, tapi yang aku heran kenapa dia tidak memarahiku karena mendukung tim yang notabene adalah rival tim kesayangannya?,

aku tambah terkejut saat esok harinya dia pulang kerja dan menghampiriku sambil memberiku sebuah syal dan topi yang kali ini bukan berwarna hijau lagi, tapi berwarna biru bertuliskan AREMA, begitu girangnya aku, tapi belum hilang penasaranku terhadap sikap ayah, sampai dia berujar kepadaku “kamu bebas memilih tim mana saja yang kamu dukung, tim kamu adalah tim kamu, timku adalah timku, kamu AREMANIA dan aku BONEK, sampai kapanpun aku tidak akan berpaling dari PERSEBAYA, dan ayah tahu kamu pun tidak akan berpaling dari AREMA, tetap sportif jangan anarkis, lakukan yang terbaik buat tim kita masing-masing”,sebuah pesan moral dari seorang “rival” yang tak akan kulupakan sampai kapanpun.

Sejak saat itu kami saling mendukung tim kesayangan kami, tentunya dengan sportif kami menerima kemenangan maupun kekalahan tim masing-masing, bahkan saat AREMA berlaga dibabak delapan besar di kota Gresik, ayahku menawarkan jasa untuk mengantar aku dan teman-teman aremania ku menggunakan mobilnya secara gratis, karena kebetulan kakekku tinggal disana, sedikitpun tidak ada rasa sentimen antara BONEK dan AREMANIA, tentu bukan karena aku anak kandungnya, tapi karena jiwa sportifitas seorang supporter yang mau berbaur, berbagi, tidak memandang perbedaan warna menjadi pembatas.

Terima kasih ayah..sampai saat ini sportifitas yang kamu junjung tinggi tak akan aku lupakan, andai semua supporter di Indonesia berjiwa sepertimu…semoga tim kita masing-masing bisa melakukan yang terbaik, tanpa anarkis, rasis, dan berjiwa besar…

Renungan Seorang Anak Jalanan

Anak Jalanan Di Indonesia
Ada cerita menarik nih dari teman saya yang bisa kita jadiin motivasi.Langsung saja
Projul itu namaku. Aku ngak kenal ayah, aku ngak kenal ibu. Aku Anak siapa?Aku ngak tahu. Aku suka baca. Dari koran yang kujual. Dari buku-buku bekas di tong sampah. Aku baca disitu, setiap anak punya ibu. Punya ayah. Punya adik. Punya kakak. Punya kakek. Punya nenek. Tapi aku ngak punya. Eh, bukanya ngak punya tapi ngak tahu. Masak ada anak ngak punya ayah dan ngak punya ibu. Ngak mungkin khan..Aku suka sedih. Kalau memikirkannya. Tapi kalau aku sedih terus. Aku ngak bias kerja. Kalau ngak bisa kerja, aku ngak bisa makan. Kalau ngak bisa makan aku bisa sakit. Kalau sakit siapa yang ngejaga. Aku ngak punya siapa-siapa. Temen-temen harus kerja supaya bisa makan. Dan ngak mungkin, jagain aku sambil kerja. Khan ngak mungkin sambil menyelam minum teh botol.

Lalu kalau sakit terus kata dibuku aku bisa mati. Aku ngak pingin mati makanya aku kerja. Makanya aku ngak pingin sakit.


Aku punya baju hanya satu. Walau sudah apek dan butut, aku pakai terus. Ngak malu? Siapa yang malu. Temen-temenku juga kayak gitu. Aku khan anak jalanan bukan anak gedongan yang suka nangis kalau ngak diberi baju baru. Padahal kalau aku perhatiin. Bajunya banyak karena tiap hari bisa ganti baju.

Aku ngak ngiri. Aku ngak pingin nyolong bajunya. Soalnya aku baca dibuku nyolong itu jahat. Jahat itu ngak baik, Aku ngak mau jadi orang jahat. Aku mau jadi orang baik-baik. Walau kadang-kadang pingin nyolong. Tapi ngak pernah kok.

Aku hanya sedih. Kok mereka bisa pakai baju baru, sedangkan aku ngak bisa. Mereka bisa makan enak. Aku ..., boro-boro makan enak. Bisa makanpun sudah untung. Tahu ngak ?....aku suka puasa lho..., padahal bukan bulan puasa.

Aku suka perhatiin. Anak gedongan itu kok ngak pernah ketawa. Pulang sekolah dijemput ama sopirnya, langsung duduk dibelakang. Kok mereka diem saja ngak pada ngomong, padahal ngobrol itu khan enak.

Pernah, aku ngak sengaja lho, "mbuntuti" kata orang jawa. Nyampe rumah, pagarnya dibukain sama pembantunya. terus dia nyelonong aja, ngak ngucapin makasih. Aku suka bilang makasih kalau orang yang aku semir sepatunya ngasih uang hasil keringatku. Aku suka ketawa-tawa ama temen-temen walau lagi puasa karena ngak ada yang dimakan. Ketawa itu sehat, kata Tarmin, temen aku yang suka baca buku.

Tadi aku sedang nyemir sepatu di taman. Yang punya sepatu itu cowok. Cowok itu sedang ngobrol sama cewek. Mungkin ceweknya. Soalnya mesra amat sich. Mereka sedang ngrobrol. Aku dengerin saja obrolannya. Hitung-hitung nambah ilmu.

Mereka cerita tentang filem. Mereka habis nonton Forest Gum. Mereka bilang Forest Gum itu idiot. Kayak apa sich idiot? Kata ceweknya, idiot itu kayak bulu yang diterbangkan oleh angin ke sana kemari, kayak bulu yang diterbangkan oleh angin kesana kemari seperti diceritakan diawal filem itu. Aku ngak ngerti.

Pasti itu arti kiasan. Terus cewek itu cerita lagi. Forest Gum itu ngak punya cita-cita. Hidupnya apa adanya. Kayak bulu yang diterbangkan angin. Forest Gum kalau ingin makan ya makan. Kalau ingin lari ya lari. Iya dong, mosok kalau ingin makan lalu minum, kalau ingin lari lalu pipis. Tapi aku denegerin saja. Siapa tahu ada hikmahnya.

Aku lamain nyemir sepatunya. Biar bisa terus dengerin. Mereka pikir aku anak kecil. Jadi ngak ngerti omongan mereka. Mereka pikir aku kayak Forest Gum. Padahal aku ngerti lho. Mosok diomongin terus ngak ngerti-ngerti.

Aku jadi tertarik soal bulu yang terbang tertiup angin. Ngak tahu kapan jatuhnya. Ngak tahu dimana jatuhnya. Aku mungkin seperti bulu itu. Soalnya aku suka jengkel sama tibun yang suka ngejar-ngejar aku. Aku suka pindah-pindah tempat. Persis kayak bulu yang diterbangkan oleh angin. Tapi aku jadi pingin seperti Forest Gum. Soalnya ia sekarang sudah kaya. Aku juga pingin seperti dia. Bolehkan?

Sifat Manusia Berdasarkan Warna Favorit

Sifat manusia berbasarkan warna favorit ini merupakan cerita menarik bukan,Pastilah hampir semua orang mempunyai salah satu jenis warna yang sangat disukai dari sekian banyak warna yang ada atau yang biasa disebut dengan warna favorit. Nah, dari situ kita bisa lihat watak kamu berdasarkan warna favorit kamu.

Warna Biru
Jika kamu menyukai warna biru, maka kamu termasuk dalam tipe pemurung, selalu menyenangkan dan selalu bertindak pasif dalam segala hal. Mendambakan ketenangan dan ketentraman. Kamu selalu mendapat kesulitan dalam pergaulan. Demikian pula dalam bercinta karena kamu pintar dalam menyembunyikan perasaan.

Warna Hijau
Warna kesukaan kamu hijau, maka kamu adalah tipe yang sangat romantik, menyukai keindahan, menyenangi alam dengan udara yang sejuk. Kamu adalah seseorang yang selalu memegang prinsip. Dalam hal bercinta kamu mengidam-idamkan calon teman hidup yang penuh toleransi dan dapat dipercaya.


Warna Kuning
Kesukaan kamu warna kuning menandakan bahwa kamu memiliki sifat optimis. Kamu tipe periang dan senang bergaul, tidak memiliki penampilan yang loyo. Sifat tolong-menolong selalu ada dalam diri kamu, karena menolong merupakan suatu kewajiban mutlak bagi kamu. Kamu orang yang tidak pernah meremehkan siapapun juga, walaupun seseorang itu dungu atau bloon.

Warna Ungu
Kalo warna Ungu (Violet) menjadi warna favorit kamu maka kamu adalah tipe yang benar-benar luar biasa. Dalam menghadapi masa depan kamu tidak pernah ragu-ragu, apa yang dikerjakan kamu adalah yang terbaik. Kamu pandai benar dalam mengikuti perkembangan jaman. Dalam bercinta, hanya merekalah yang kuat mental yang bisa mendekati dan menjadi kekasih kamu.

Warna Putih
Jika kamu menyukai warna putih, maka kamu adalah orang yang dilahirkan ke dunia dengan sempurna, banyak orang mengagumi kamu karena sifat angun, sifat idealis dan moral kamu yang teramat tinggi. Tak pernah angkuh, senang menolong siapa saja yang membutuhkan bantuan kamu.

Warna Hitam
Kamu termasuk tipe orang yang sangat lincah dalam hal-hal tertentu saja. Kalo kamu berada dilingkungan yang tidak disukai, maka kamu akan menjadi murung. Kamu selalu tampil menarik, rapi, cukup banyak lawan jenis berusaha mengejar dan merebut cinta kamu.

Warna Merah
Kamu termasuk tipe yang sangat berwibawa dan juga senang mengayomi teman yang lemah. Walau sering kali bergaul dan bercanda tapi kamu bisa menahan diri. Banyak orang mengatakan cinta, tapi kamu selalu berpikir dan berpikir lagi. Kamu termasuk tipe yang sulit jatuh cinta.

Sinopsis Novel Garuda di Dadaku

Bayu, yang masih duduk di kelas 6 Sekolah Dasar, memiliki satu mimpi dalam hidupnya: menjadi pemain sepak bola hebat. Setiap hari dengan penuh semangat, ia menggiring bola menyusuri gang-gang di sekitar rumahnya sambil mendribble bola untuk sampai ke lapangan bulu tangkis dan berlatih sendiri di sana. Heri, sahabat Bayu penggila bola, sangat yakin akan kemampuan dan bakat Bayu. Dialah motivator dan “pelatih” cerdas yang meyakinkan Bayu agar mau ikut seleksi untuk masuk Tim Nasional U-13 yang nantinya akan mewakili Indonesia berlaga di arena internasional. Namun Pak Usman, kakek Bayu, sangat menentang impian Bayu karena baginya menjadi pemain sepak bola identik dengan hidup miskin dan tidak punya masa depan.

Dibantu teman baru bernama Zahra yang misterius, Bayu dan Heri harus mencari-cari berbagai alasan agar Bayu dapat terus berlatih sepak bola. Tetapi hambatan demi hambatan terus menghadang mimpi Bayu, dan bahkan persahabatan tiga anak itu terancam putus. Terlalu mulukkah impian Bayu untuk menjadi pemain sepak bola yang hebat

Potret Bangsa Pengutang Yang Menarik

Cerita menarik ini berasal dari jakarta.Di Jakarta banyak orang pulang malam. Bukan pulang sore. "Sibuk," kata mereka. Sebagian memang benar karena sibuk. Sebagian lain, mungkin 90 persen, ingin dianggap sibuk.

Kesibukan utamanya baru mulai selepas makan siang. Sebagian besar untuk rapat. Menurut teori, rapat yang baik adalah yang ringkas. Cukup 30 menit hingga sejam. Namun 'orang-orang sibuk' selalu mampu mengadakan rapat hingga tiga jam.

Itu belum termasuk perbincangan panjang setelahnya. Katanya, perbincangan itu membahas iklim bisnis yang sedang berkembang. Juga soal konsep pengembangan produk atau usaha, bahkan juga politik. Hanya bila ada waktu tersisa, baru menangani pekerjaan teknis.

Setelah matahari terbenam, orang-orang pun memindahkan kantor ke kafe-kafe. "Bisnis adalah lobi," kata mereka. Kafelah tempatnya. Kafe juga menjadi standar gaul mereka yang menganggap diri "eksekutif". Termasuk yang baru setahun dua tahun kerja, dan masih memakai mobil milik orang tua.


Lalu seberapa efisien untuk kerja pagi? "Kita 'kan sibuk sampai malam. Jangankan untuk produktif, kerja pagi pun susah."

Bagi Sumarno --seorang nelayan sukses asal Jepara-- dunia yang dijalani para 'eksekutif muda' di Jakarta
sungguh merupakan dunia ilusi. Omzet bisnis Sumarno mencapai Rp 3 miliar sebulan. Baginya, kerja, ya,kerja. Bukan rapat dan berdiskusi melulu. Baginya,pendapatan, ya, ditabung dan untuk membantu sanak keluarga serta masyarakat sekitar. Bukan dihabiskan dikafe dan mal.

Dengan tingkat penghasilannya, ia sudah sangat bangga menggunakan Opel Blazer. Warga Jakarta, dengan penghasilan pas-pasan sekalipun, bahkan rela untuk berutang demi mendapatkan mobil yang lebih mewah.

Sumarno hampir pasti tak memegang kartu kredit. DiJakarta, semua berlomba menggunakan kartu kredit. Kartu kredit itu dipakai terutama bukan untuk memudahkan pembayaran, namun untuk gali lubang tutup lubang. Jangan tanyakan berapa saldo mereka yang tersisa di bank.

Jakarta jantung Indonesia. Jangan heran bila Negara ini punya perilaku yang sama dengan warga Jakarta bokek, namun suka gali lubang tutup lubang. Warga Jakarta merasa tidak dapat hidup kalau tidak mempunyai tagihan utang yang harus dipenuhinya. Demikian pula Republik kita tercinta ini.

Negeri ini punya setumpuk utang. Tumpukan itu yang menjadi alasan untuk mengajukan utang berikutnya. Seolah tidak ada bangsa di dunia ini yang dapat hidup dan berkembang tanpa utang. Cina sukses bukan dengan mengutang, tetapi dengan menggali kekuatannya sendiri.Kekuatan kita memang masih jauh di bawah Cina, namun apakah benar bangsa kita tak lagi punya apa-apa termasuk harga diri?

"Tangan di atas lebih mulia dari tangan di bawah," Kita akan jauh lebih mampu untuk bangkit bila tidak menengadahkan tangan. Syaratnya hanya kesediaan kita berkorban meninggalkan kebiasaan ikut-ikutan mendapatkan kesan 'wah' untuk kembali hidup realistis seperti Sumarno.

Mari kita bangun dari tertidur dalam ilusi. Pulanglah sore. Nikmati suasana senja di beranda rumah sendiri.Mulailah bekerja lebih pagi. Bila merasa gengsi belajar dari Sumarno, tengoklah Singapura. Negara itu memajukan sejam patokan waktu negerinya. Maka, mereka lebih mampu memberi utang ketimbang berutang.

Kisah Cinta Sejati dari Negeri Sebelah

“true love doesn’t have a happy ending, because true love never ends.” bener ga? ========================================== Toshinobu Kubota, yang biasa dipanggil Shinji mengucapkan selamat tinggal kepada keluarganya di negerinya yang lama untuk mencari hidup yang lebih baik di Amerika. Ayahnya memberinya uang simpanan keluarga yang disembunyikan di dalam kantong kulit. “Di sini keadaan sulit,” katanya sambil memeluk
putranya dan mengucapkan selamat tinggal. “Kau adalah
harapan kami.”
Shinji naik ke kapal lintas Atlantik yang menawarkan
transport gratis bagi pemuda-pemuda yang mau bekerja
sebagai penyekop batubara sebagai imbalan ongkos
pelayaran selama sebulan. Kalau Shinji menemukan emas
di Pegunungan Colorado, keluarganya akan menyusul.
Berbulan-bulan Shinji mengolah tanahnya tanpa kenal
lelah. Urat emas yang tidak besar memberinya
penghasilan yang pas-pasan namun teratur. Setiap hari
ketika pulang ke pondoknya yang terdiri atas dua
kamar, Shinji merindukan dan sangat ingin disambut
oleh wanita yang dicintainya. Satu-satunya yang
disesalinya ketika menerima tawaran untuk mengadu
nasib ke Amerika adalah terpaksa meninggalkan Asaka
Matsutoya sebelum secara resmi punya kesempatan
mendekati gadis itu. Sepanjang ingatannya, keluarga
mereka sudah lama berteman dan selama itu pula
diam-diam dia berharap bisa memperistri Asaka.
Rambut Asaka yang ikal panjang dan senyumnya yang
menawan membuatnya menjadi putri Keluarga Yoshinori
Matsutoya yang paling cantik. Shinji baru sempat duduk
di sampingnya dalam acara perayaan pesta bunga dan
mengarang alasan-alasan konyol untuk singgah di rumah
gadis itu agar bisa betemu dengannya. Setiap malam
sebelum tidur di kabinnya, Shinji ingin sekali
membelai rambut Asaka yang pirang kemerahan dan
memeluk gadis itu. Akhirnya, dia menyurati ayahnya,
meminta bantuannya untuk mewujudkan impiannya.
Kira-kira setahun kemudian, sebuah telegram datang
mengabarkan rencana untuk membuat hidup Shinji menjadi
lengkap. Pak Yoshinori Matsutoya akan mengirimkan
putrinya kepada Shinji di Amerika. Putrinya itu suka
bekerja keras dan punya intuisi bisnis. Dia akan
bekerja sama dengan Shinji selama setahun dan
membantunya mengembangkan bisnis penambangan emas.
Diharapkan, setelah setahun itu keluarganya akan mampu
datang ke Amerika untuk menghadiri pernikahan mereka.
Hati Shinji sangat bahagia. Dia menghabiskan satu
bulan berikutnya untuk mengubah pondoknya menjadi
tempat tinggal yang nyaman. Dia membeli ranjang
sederhana untuk tempat tidurnya di ruang duduk dan
menata bekas tempat tidurnya agar pantas untuk seorang
wanita. Gorden dari bekas karung goni yang menutupi
kotornya jendela diganti dengan kain bermotif bunga
dari bekas karung terigu. Di meja samping tempat tidur
dia meletakkan wadah kaleng berisi bunga-bunga kering
yang dipetiknya di padang rumput.
Akhirnya, tibalah hari yang sudah dinanti-nantikannya
sepanjang hidup. Dengan tangan membawa seikat bunga
daisy segar yang baru dipetik, dia pergi ke stasiun
kereta api. Asap mengepul dan roda-roda berderit
ketika kereta api mendekat lalu berhenti. Shinji
melihat setiap jendela, mencari senyum dan rambut ikal
Asaka.Jantungnya berdebar kencang penuh harap,
kemudian tersentak karena kecewa.
Bukan Asaka, tetapi Yumi Matsutoya kakaknya, yang
turun dari kereta api. Gadis itu berdiri malu-malu di
depannya, matanya menunduk. Shinji hanya bisa
memandang terpana. Kemudian, dengan tangan gemetar
diulurkannya buket bunga itu kepada Yumi. “Selamat
datang,” katanya lirih, matanya menatap nanar. Senyum
tipis menghias wajah Yumi yang tidak cantik.
“Aku senang ketika Ayah mengatakan kau ingin aku
datang ke sini,” kata Yumi, sambil sekilas memandang
mata Shinji sebelum cepat-cepat menunduk lagi.
“Aku akan mengurus bawaanmu,” kata Shinji dengan
senyum terpaksa.
Bersama-sama mereka berjalan ke kereta kuda. Pak
Matsutoya dan ayahnya benar. Yumi memang punya intuisi
bisnis yang hebat. Sementara Shinji bekerja di
tambang, dia bekerja di kantor. Di meja sederhana di
sudut ruang duduk, dengan cermat Yumi mencatat semua
kegiatan di tambang. Dalam waktu 6 bulan, asset mereka
telah berlipat dua. Masakannya yang lezat dan
senyumnya yang tenang menghiasi pondok itu dengan
sentuhan ajaib seorang wanita.
Tetapi bukan wanita ini yang kuinginkan, keluh Shinji
dalam hati, setiap malam sebelum tidur kecapekan di
ruang duduk. Mengapa mereka mengirim Yumi? Akankah dia
bisa bertemu lagi dengan Asaka? Apakah impian lamanya
untuk memperistri Asaka harus dilupakannya? Setahun
lamanya Yumi dan Shinji bekerja, bermain, dan tertawa
bersama, tetapi tak pernah ada ungkapan cinta. Pernah
sekali, Yumi mencium pipi Shinji sebelum masuk ke
kamarnya. Pria itu hanya tersenyum canggung. Sejak
itu, kelihatannya Yumi cukup puas dengan jalan-jalan
berdua menjelajahi pegunungan atau dengan mengobrol di
beranda setelah makan malam.
Pada suatu sore di musim semi, hujan deras mengguyur
punggung bukit, membuat jalan masuk ke tambang mereka
longsor. Dengan kesal Shinji mengisi karung-karung
pasir dan meletakkannya sedemikan rupa untuk
membelokkan arus air. Badannya lelah dan basah kuyup,
tetapi tampaknya usahanya sia-sia. Tiba-tiba Yumi
muncul di sampingnya, memegangi karung goni yang
terbuka. Shinji menyekop dan memasukkan pasir
kedalamnya, kemudian dengan tenaga sekuat lelaki, Yumi
melemparkan karung itu ke tumpukan lalu membuka karung
lainnya. Berjam-jam mereka bekerja dengan kaki
terbenam lumpur setinggi lutut, sampai hujan reda.
Dengan berpegangan tangan mereka berjalan pulang ke
pondok.
Sambil menikmati sup panas, Shinji mendesah, “Aku
takkan dapat menyelamatkan tambang itu tanpa dirimu.
Terima kasih, Yumi.”
“Sama-sama,” gadis itu menjawab sambil tersenyum
tenang seperti biasa, lalu tanpa berkata-kata dia
masuk ke kamarnya.
Beberapa hari kemudian, sebuah telegram datang
mengabarkan bahwa Keluarga Matsutoya dan Keluarga
Kubota akan tiba minggu berikutnya. Meskipun berusaha
keras menutup-nutupinya, jantung Shinji kembali
berdebar-debar seperti dulu karena harapan akan
bertemu lagi dengan Asaka. Dia dan Yumi pergi ke
stasiun kereta api. Mereka melihat keluarga mereka
turun dari kereta api di ujung peron.
Ketika Asaka muncul, Yumi menoleh kepada Shinji.
“Sambutlah dia,” katanya.
Dengan kaget, Shinji berkata tergagap, “Apa maksudmu?”
“Shinji, sudah lama aku tahu bahwa aku bukan putri
Matsutoya yang kau inginkan. Aku memperhatikan
bagaimana kau bercanda dengan Asaka dalam acara
Perayaan pesta bunga lalu.” Dia mengangguk ke arah
adiknya yang sedang menuruni tangga kereta. “Aku tahu
bahwa dia, bukan aku, yang kauinginkan menjadi
istrimu.”
“Tapi…”
Yumi meletakkan jarinya pada bibir Shinji. “Ssstt,”
bisiknya. “Aku mencintaimu, Shinji. Aku selalu
mencintaimu. Karena itu, yang kuinginkan hanya
melihatmu bahagia. Sambutlah adikku.”
Shinji mengambil tangan yumi dari wajahnya dan
menggenggamnya. Ketika Yumi menengadah, untuk pertama
kalinya Shinji melihat betapa cantiknya gadis itu. Dia
ingat ketika mereka berjalan-jalan di padang rumput,
ingat malam-malam tenang yang mereka nikmati di depan
perapian, ingat ketika Yumi membantunya mengisi
karung-karung pasir. Ketika itulah dia menyadari apa
yang sebenarnya selama berbulan-bulan telah tidak
diketahuinya.
“Tidak, Yumi. Engkaulah yang kuinginkan.” Shinji
merengkuh gadis itu ke dalam pelukannya dan
mengecupnya dengan cinta yg tiba-tiba membuncah
didalam dadanya.
Keluarga mereka berkerumun mengelilingi mereka dan
berseru-seru, “Kami datang untuk menghadiri pernikahan
kalian!”

Optimisme hidup

Bob Butler kehilangan kedua kakinya pada tahun 1965 akibat ledakan ranjau di Vietnam. Ia kembali ke negerinya sebagai pahlawan perang. Dua puluh tahun kemudian IA sekali lagi membuktikan kepahlawanan yang murni berasal dari lubuk hatinya. Butler sedang bekerja di garasi rumahnya di sebuah kota kecil di
Arizona pada suatu Hari dalam musim panas ketika IA mendengar jeritan
seorang wanita dari salah satu rumah tetangganya. Ia menggelindingkan
kursi rodanya ke rumah ini, tetapi semak-semak yang tinggi di rumah itu
tidak memungkinkan kursi rodanya mencapai pintu belakang. Maka veteran
itu keluar dari kursinya Dan merangkak tanpa peduli debu Dan semak yang
harus dilewatinya.
“Aku harus sampai ke sana,” ucapnya dalam hati. “Tak peduli bagaimanapun sulitnya.”
Ketika Butler tiba di rumah itu, IA tahu bahwa jeritan itu datang
dari arah kolam. Di sana seorang anak perempuan berusia kira-kira tiga
tahun sedang terbenam di dalamnya. Anak itu lahir tanpa lengan, sehingga
ketika IA jatuh ke dalam kolam IA tidak dapat berenang. Sang ibu hanya
bisa berdiri mematung sambil menangisi putri kecilnya. Butler langsung
menceburkan diri Dan menyelam ke dalam dasar kolam lalu membawanya naik.
Wajah anak bernama Stephanie itu sudah membiru, denyut nadinya tidak
terasa Dan IA tidak benapas.
Butler segera berusaha melakukan pernafasan buatan untuk
menghidupkannya kembali sementara ibunya menghubungi pemadam kebakaran
melalui telepon. Ia diberitahu bahwa petugas kesehatan kebetulan sedang
bertugas di tempat lain. Dengan putus ASA, IA terisak-isak sambil
memeluk pundak Butler.
Sementara terus melakukan pernafasan buatan, Butler dengan tenang
meyakinkan sang ibu bahwa Stephanie akan selamat. “Jangan cemas,”
katanya. “Saya menjadi tangannya untuk keluar dari kolam itu. Ia akan
baik-baik saja. Sekarang saya akan menjadi paru-parunya. Bila
bersama-sama Kita pasti bisa.”
Beberapa saat kemudian anak kecil itu mulai terbatuk-batuk, sadar
kembali Dan mulai menangis. Ketika mereka saling berpelukan Dan
bergembira bersama-sama, sang ibu bertanya kepada Butler tentang
bagaimana IA yakin bahwa anaknya akan selamat.
“Ketika kaki saya remuk terkena ledakan di Vietnam, saya sedang
sendirian di sebuah ladang,” ceritanya kepada perempuan itu. “Tidak Ada
orang lain di sekitar situ yang bisa menolong kecuali seorang gadis
Vietnam yang masih kecil. Sambil berjuang menyeretnya ke desa, gadis itu
berbisik dalam bahasa Inggris
patah-patah, “Tidak apa-apa. Anda akan hidup. Saya akan menjadi kaki Anda. Bersama-sama Kita pasti bisa.”
“Ini kesempatan bagi saya untuk membalas yang pernah saya terima,” katanya kepada ibu Stephanie.
Kita semua adalah malaikat-malaikat bersayap sebelah. Hanya bila
saling membantu Kita semua dapat terbang ( Luciano De Crescenzo. )
Dua orang yang baik, tapi, mengapa perkimpoian tidak berakhir bahagia
Ibu saya adalah seorang yang sangat baik, sejak kecil, saya
melihatnya dengan begitu gigih menjaga keutuhan keluarga. Ia selalu
bangun dini hari, memasak bubur yang panas untuk ayah, karena lambung
ayah tidak baik, pagi hari hanya bisa makan bubur.
Setelah itu, masih harus memasak sepanci nasi untuk anak-anak, karena
anak-anak sedang dalam masa pertumbuhan, perlu makan nasi, dengan
begitu baru tidak akan lapar seharian di sekolah.
Setiap sore, ibu selalu membungkukkan nbadan menyikat panci, setiap
panci di rumah kami bisa dijadikan cermin, tidak ada noda sedikikt pun.
Menjelang malam, dengan giat ibu membersihkan lantai, mengepel seinci
demi seinci, lantai di rumah tampak lebih bersih dibanding sisi tempat
tidur orang lain, tiada debu sedikit pun meski berjalan dengan kaki
telanjang.
Ibu saya adalah seorang w anita yang sangat rajin.
Namun, di mata ayahku, ia (ibu) bukan pasangan yang baik.
Dalam proses pertumbuhan saya, tidak hanya sekali saja ayah selalu menyatakan kesepiannya dalam perkimpoian, tidak memahaminya.
Ayah saya adalah seorang laki-laki yang bertanggung jawab.
Ia tidak merokok, tidak minum-minuman keras, serius dalam pekerjaan,
setiap hari berangkat kerja tepat waktu, bahkan saat libur juga masih
mengatur jadwal sekolah anak-anak, mengatur waktu istrirahat anak-anak,
ia adalah seorang ayah yang penuh tanggung jawab, mendorong anak-anak
untuk berpretasi dalam pelajaran.
Ia suka main catur, suka larut dalam dunia buku-buku kuno.
Ayah saya adalah seoang laki-laki yang baik, di mata anak-anak, ia maha
besar seperti langit, menjaga kami, melindungi kami dan mendidik kami.
Hanya saja, di mata ibuku, ia juga bukan seorang pasangan yang baik,
dalam proses pertumbuhan saya, kerap kali saya melihat ibu menangis
terisak secara diam diam di sudut halaman.
Ayah menyatakannya dengan kata-kata, sedang ibu dengan aksi, menyatakan kepedihan yang dijalani dalam perkimpoian.
Dalam proses pertumbuhan, aku melihat juga mendengar ketidakberdayaan
dalam perkimpoian ayah dan ibu, sekaligus merasakan betapa baiknya
mereka, dan mereka layak mendapatkan sebuah perkimpoian yang baik.
Sayangnya, dalam masa-masa keberadaan ayah di dunia, kehidupan perkimpoian mereka lalui dalam kegagalan, sedangkan aku, juga tumbuh dalam kebingungan, dan aku bertanya pada diriku sendiri : Dua orang yang baik mengapa tidak diiringi dengan perkimpoian yang bahagia?

Pengrajin Emas dan Kuningan – Pelajaran tentang ketekunan

Di sebuah negeri, hiduplah dua orang pengrajin yang tinggal bersebelahan. Seorang diantaranya, adalah pengrajin emas, sedang yang lainnya pengrajin kuningan. Keduanya telah lama menjalani pekerjaan ini, sebab, ini adalah
pekerjaan yang diwariskan secara turun-temurun. Telah banyak pula barang yang
dihasilkan dari pekerjaan ini. Cincin, kalung, gelang, dan untaian rantai
penghias, adalah beberapa dari hasil kerajinan mereka.
Setiap akhir bulan, mereka membawa hasil pekerjaan ke kota. Hari pasar, demikian
mereka biasa menyebut hari itu. Mereka akan berdagang barang-barang logam itu,
sekaligus membeli barang-barang keperluan lain selama sebulan. Beruntunglah,
pekan depan, akan ada tetamu agung yang datang mengunjungi kota, dan bermaksud
memborong barang-barang yang ada disana. Kabar ini tentu membuat mereka senang.
Tentu, berita ini akan membuat semua pedagang membuat lebih banyak barang yang
akan dijajakan.
Siang-malam, terdengar suara logam yang ditempa. Setiap dentingnya, layaknya
nafas hidup bagi mereka. Tungku-tungku api, seakan tak pernah padam. Kayu bakar
yang tampak membara, seakan menjadi penyulut semangat keduanya. Percik-percik
api yang timbul tak pernah di hiraukan mereka. Keduanya sibuk dengan pekerjaan
masing-masing. Sudah puluhan cincin, kalung, dan untaian rantai penghias yang
siap dijual. Hari pasar makin dekat. Dan lusa, adalah waktu yang tepat untuk
berangkat ke kota.
Hari pasar telah tiba, dan keduanya pun sampai di kota. Hamparan terpal telah
digelar, tanda barang dagangan siap dijajakan. Keduanya pun berjejer
berdampingan. Tampaklah, barang-barang logam yang telah dihasilkan. Namun, ah
sayang, ada kontras yang mencolok diantara keduanya. Walaupun terbuat dari logam
mulia, barang-barang yang dibuat oleh pengrajin emas tampak kusam. Warnanya tak
berkilau. Ulir-ulirnya kasar, dengan pokok-pokok simpul rantai yang tak rapi.
Seakan, sang pembuatnya adalah seorang yang tergesa-gesa.
“Ah, biar saja,” demikian ucapan yang terlontar saat pengrajin kuningan
menanyakan kenapa perhiasaannya kawannya itu tampak kusam. “Setiap orang akan
memilih daganganku, sebab, emas selalu lebih baik dari kuningan,” ujar pengrajin
emas lagi, “Apalah artinya loyang buatanmu dibanding logam mulia yang kupunya,
aku akan membawa uang lebih banyak darimu.” Pengrajin kuningan, hanya tersenyum.
Ketekunannya mengasah logam, membuat semuanya tampak lebih bersinar.
Ulir-ulirnya halus. Lekuk-lekuk cincin dan gelang buatannya terlihat seperli
lingkaran yang tak putus. Liku-liku rantai penghiasnya pun lebih sedap di
pandang mata.
Ketekunan, memang sesuatu yang mahal. Hampir semua orang yang lewat, tak menaruh
perhatian kepada pengrajin emas. Mereka lebih suka mendatangi, dan
melihat-melihat cincin dan kalung kuningan. Begitupun tetamu agung yang berkenan
datang. Mereka pun lebih menyukai benda-benda kuningan itu dibandingkan dengan
logam mulia. Sebab, emas itu tidaklah cukup mereka tertarik, dan mau membelinya.
Sekali lagi, terpampang kekontrasan di hari pasar itu. Pengrajin emas yang
tertegun diam, dan pengrajin kuningan yang tersenyum senang.
Hari pasar telah usai, dan para tetamu telah kembali pulang. Kedua pengrajin itu
pun telah selesai membereskan dagangan. Dan agaknya, keduanya mendapat pelajaran
dari apa yang telah mereka lakukan hari itu.

Jalan kebahagiaan

Sejak itu, saya menderetkan sebuah daftar kebutuhan suami, dan meletakkanya di atas meja buku, Begitu juga dengan suamiku, dia juga menderetkan sebuah daftar kebutuhanku. Puluhan kebutuhan yang panjang lebar dan jelas, seperti misalnya,
waktu senggang menemani pihak kedua mendengar musik, saling memeluk
kalau sempat, setiap pagi memberi sentuhan selamat jalan bila berangkat.
Beberapa hal cukup mudah dilaksanakan, tapi ada juga yang cukup sulit, misalnya dengarkan aku, jangan memberi komentar.
Ini adalah kebutuhan suami. Kalau saya memberinya usul, dia bilang akan merasa dirinya akan tampak seperti orang bodoh.
Menurutku, ini benar-benar masalah gengsi laki-laki.
Saya juga meniru suami tidak memberikan usul, kecuali dia bertanya
pada saya, kalau tidak saya hanya boleh mendengar dengan serius, menurut
sampai tuntas, demikian juga ketika salah jalan.
Bagi saya ini benar-benar sebuah jalan yang sulit dipelajari, namun,
jauh lebih santai daripada mengepel, dan dalam kepuasan kebutuhan kami
ini, perkimpoian yang kami jalani juga kian hari semakin penuh daya
hidup.
Saat saya lelah, saya memilih beberapa hal yang gampang dikerjakan,
misalnya menyetel musik ringan, dan kalau lagi segar bugar merancang
perjalanan keluar kota .
Menariknya, pergi ke taman flora adalah hal bersama dan kebutuhan
kami, setiap ada pertikaian, selalu pergi ke taman flora, dan selalu
bisa menghibur gejolak hati masing-masing.
Sebenarnya, kami saling mengenal dan mencintai juga dikarenakan
kesukaan kami pada taman flora, lalu bersama kita menapak ke tirai merah
perkimpoian, kembali ke taman bisa kembali ke dalam suasana hati yang
saling mencintai bertahun-tahun silam.
Bertanya pada pihak kedua : apa yang kau inginkan, kata-kata ini
telah menghidupkan sebuah jalan kebahagiaan lain dalam perkimpoian.
Keduanya akhirnya melangkah ke jalan bahagia.
Kini, saya tahu kenapa perkimpoian ayah ibu tidak bisa bahagia,
mereka terlalu bersikeras menggunakan cara sendiri dalam mencintai pihak
kedua, bukan mencintai pasangannya dengan cara pihak kedua.
Diri sendiri lelahnya setengah mati, namun, pihak kedua tidak dapat
merasakannya, akhirnya ketika menghadapi penantian perkimpoian, hati ini
juga sudah kecewa dan hancur.
Karena Tuhan telah menciptakan perkimpoian, maka menurut saya, setiap orang pantas dan layak memiliki sebuah perkimpoian yang bahagia, asalkan cara yang kita pakai itu tepat, menjadi orang yang dibutuhkan pihak kedua! Bukannya memberi atas keinginan kita sendiri, perkimpoian yang baik, pasti dapat diharapkan.


 

.:: IP ADDRESS ::.

IP

.:: FOLLOWERS ::.

Meeorochi's Blog Copyright © 2009 Premium Blogger Dashboard Designed by MEEOROCHI